Surabaya, newrespublika – Acara The Great Leader 2024 di DBL Arena di Jalan Ahmad Yani Surabaya pada 7 November 2023 menjadi sorotan sejumlah pihak.
Pasalnya, kegiatan yang diinisasi Pemkot dan Karang Taruna tersebut diduga sarat muatan politis lantaran menggunakan anggaran dari APBD Kota Surabaya.
Menurut informasi kegiatan yang dihadiri Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, Ketua Karang Taruna Surabaya Fuad Bernardi, dan para juru bicara kampanye capres tertentu tersebut serta sejumlah toko masyarakat dibiayai Bagian Pemerintahan dan Kesra.
Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Arif Fathoni menegaskan pihaknya akan memanggil Bagian Pemerintahan dan Kesra pada 14 November guna melakukan klarifikasi.
Menurutnya, dalih keberpihakan Pemkot Surabaya terhadap anak muda dalam acara tersebut tidak semestinya kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan politik kalangan tertentu.
“Keberpihakan Pemkot terhadap anak muda kami apresiasi, mengingat anak muda adalah calon pemimpin bangsa, yang perlu diwadahi dan perlu didengarkan apa kemauan mereka, bukan diberi pengarahan oleh figur yang berafiliasi dengan kepentingan pemenangan Capres tertentu,” katanya, Sabtu (11/11/2023).
Ketua DPD Partai Golkar Surabaya ini mengatakan, apabila acara
The Great Leader 2024 murni kegiatan politik, pihaknya memberi apresiasi bahkan dengan 100 tanda jempol(like,red) sekalipun. Namun, kata dia, karena menggunakan APBD mestinya Kepala Bapemkes harus menerapkan prinsip kehatian-hatian.
‘Ini sama dengan menjerumuskan Walikota Surabaya dalam gendang politik Pilpres,’ katanya.
Dia juga menambahkan, kegiatan di DBL Arena tersebut juga berpotensi menggunaan mesin birokrasi pemerintahan. Hal ini, kata dia, karena lurah se-Kota Surabaya diminta menghadirkan karang taruna setempat.
“Ini tentu tidak boleh lagi terjadi dimasa mendatang, tugas dan beban lurah sdh cukup berat melayani warga, itu bagian dari perintah tugas dan perintah agama. Tapi kalau Lurah melakukan mobilisasi anak muda untuk mendengarkan pidato caleg Provinsi dan kota dari Partai tertentu kalau terus dibiarkan akan mengurangi kekhidmatan Lurah dalam melayani warga,” katanya.
Sampai kini, Toni masih meyakini Wali Kota Surabaya bisa menjadi teladan yang baik. Meski jabatan yang diemban merupakan jabatan politis, namun menurut Toni, Wali Kota masih bisa membedakan mana urusan politik dan mana urusan birokrasi pemerintahan
“Saya meyakini Mas Eri Cahyadi adalah pemimpin yang memiliki sifat Uswatun Khasanah ( pemberi teladan yang baik), makanya saya berkhusnudzon beliau tidak merencanakan ini semua, yang paling bertanggung jawab adalah Kepala Bagian Pemerintahan dan Kesra, ini harus ada teguran, agar kedepan kegiatan-kegiatan Pemkot tidak ditunggangi kepentingan politik praktis,”, katanya.
Hal itu lanjut dia, penting menjadi pegamgan mengingat netralitas ASN adalah kehormatan ASN itu sendiri. Sebab, ujar dia, sangat disayangkan kalau kehormatan tersebut digadaikan untuk kepentingan kontestasi pemilu.
“Tentunya ini menjadi ironi dengan kegelisahan elite di Jakarta tentang ‘telunjuk’ Presiden Jokowi yang tidak ke mereka dengan menggulirkan narasi bahaya penggunaan fasilitas negara untuk pemenangan Capres yang didukung Jokowi, namun disisi lain ada ketidaksamaan kata dan perbuatan di daerah,” katanya.
Menurutnya, kalau memang takut dengan penggunaan birokrasi sebagai mesin pemenangan mestinya itu juga dinstruksikan kepada seluruh Indonesia. “Biar kata dan perbuatan sama, tidak tergantung selera,” pungkas Toni. (trs)