Jakarta, newrespublika – KPPU dalam kunjungannya, ditemukan bahwa ada pelaku usaha yang ingin menggunakan LNG karena lebih efisien, namun terkendala penghentian pasokan dan tidak bisa mendapatkan pasokan alternatif dari pelaku usaha lain. Hal ini disebabkan penjualan LNG di wilayah tersebut hanya bisa diperoleh dari satu pelaku usaha, yaitu PT Pertamina (Persero).
Sektor energi, khususnya minyak dan gas, menjadi salah satu fokus utama Anggota KPPU periode 2024-2029. Berdasarkan Indeks Persaingan Usaha (IPU), sektor ini konsisten berada di posisi rendah dalam lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa iklim persaingan usaha yang sehat belum tercipta dengan baik.
KPPU konsisten melakukan pengawasan sektor energi di berbagai wilayah, termasuk di Makassar minggu lalu. “Tujuan kami ke sini sesuai dengan tugas dan fungsi KPPU untuk memastikan adanya persaingan usaha yang sehat, khususnya di sektor energi, terutama minyak dan gas,” tegas Ifan pada siaran persnya, Senin (05/08/2024).
Kunjungan ke PT KIMA dilakukan untuk memantau implementasi persaingan usaha yang sehat dalam penggunaan LNG pada industri di Makassar. PT KIMA merupakan perusahaan milik pemerintah yang memiliki peran strategis dalam perekonomian di Sulawesi Selatan dan Indonesia Timur.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, mayoritas industri di kawasan PT KIMA menggunakan liquefied petroleum gas (LPG) yang disokong oleh Pertamina. Padahal, 70% pasokan LPG di Indonesia masih didominasi impor. Jumlah tersebut seharusnya dapat ditekan dengan mengalihkan penggunaan dari LPG ke LNG yang produksinya cukup di dalam negeri.
Direktur Utama PT KIMA, Alif Abadi, menjelaskan bahwa pada tahun 2020 terdapat satu perusahaan pengelolaan limbah B3 di kawasan industrinya yang pernah menggunakan LNG, namun berhenti pada tahun 2023 karena kurangnya pasokan dan biaya distribusi yang cukup mahal karena pasokan LNG berasal dari Bontang, Kalimantan Timur.
Alif juga menyampaikan bahwa pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan pihak luar sebagai calon mitra untuk kerja sama dalam penyediaan LNG di Kawasan Industri Makassar.
KPPU akan mengkaji apakah penghentian pasokan LNG tersebut merupakan indikasi praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Saat ini, izin niaga gas khususnya LNG dimonopoli oleh PT Pertamina (Persero) melalui sub-holding-nya, PT Pertagas Niaga (PT GN).
Jika ada aturan terkait monopoli izin niaga tersebut, KPPU akan mengusulkan kepada Pemerintah untuk mengubah regulasi tersebut dengan membuka kesempatan yang sama kepada pelaku usaha lain, baik BUMD maupun swasta. Dengan demikian, masalah pasokan LNG yang kurang dan biaya distribusi yang mahal dapat diminimalisir dengan adanya persaingan usaha yang sehat.
“Kami akan mengkaji dari sisi aturan dan perilaku pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG. Jika terhambatnya pasokan dan mahalnya harga LNG diakibatkan regulasi yang salah, akan diajukan perubahan ke Pemerintah. Tetapi jika adanya indikasi abuse atau praktik monopoli yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memperoleh izin niaga LNG tersebut, KPPU akan melanjutkannya dengan upaya penegakan hukum,” jelas Ifan.
Selain di PT KIMA, KPPU turut mengunjungi PT Mars Symbioscience Indonesia (PT MARS) dan Wastec Internasional (PT WASTEC) untuk mendapatkan masukan terkait penggunaan energi minyak dan gas dalam mendukung hasil produksi.
PT MARS merupakan perusahaan pengolahan kakao yang menggunakan LPG dalam jumlah besar, sedangkan PT WASTEC merupakan perusahaan pengolahan limbah B3 yang sebelumnya menggunakan LNG sebagai bahan bakar penunjang produksi namun beralih ke LPG karena ketidakpastian pasokan dan harga yang mahal.
Dalam kunjungan di Makassar tersebut, Ketua KPPU RI didampingi oleh Pejabat Kantor Wilayah VI KPPU Makassar dan diterima oleh Direktur Utama PT KIMA, Alif Abadi, Direktur Operasional dan Pendukung, Alif Usman Amin, serta Direktur Keuangan dan Pengembangan Bisnis, Alexander Chandra Irawan. (trs)