Surabaya, newrespublika – Kuasa hukum korban Bank Benta Zainal Abidin (ZA), Bambang Wicaksono, mengajukan keluhan atas perlakuan yang dianggap sewenang-wenang dari Bank Benta.
Klien kami ZA, nasabah sejak tahun 2016, meminjam Rp125 juta namun gagal melunasinya. Pada 2021, Bank Benta mengirim surat yang menyatakan pokok utang tersisa Rp94 juta, dengan bunga Rp70 juta, namun denda mencapai Rp800 juta lebih.
“ Denda yang sangat tinggi ini, menurut Bambang, disebabkan karena pinjaman tersebut dibiarkan tanpa penyelesaian selama lebih dari lima tahun,” ujar Bambang Wicaksono usai hearing di Komisi B DPRD Kota Surabaya, Senin (11/11/24) terkait nasabah Bank Benta yang dirugikan oleh tagihan denda dengan nilai fantastis.
Ia menerangkan, dari hearing di Komisi B menurut keterangan lisan dari OJK, kredit macet hanya dapat dikenai bunga atau denda selama 270 hari. Setelah periode itu, pihak bank seharusnya melaporkan kredit sebagai macet dan tidak lagi menambahkan beban bunga atau denda.
Dengan demikian, kata Bambang, jika aturan ini diterapkan, denda kliennya tidak akan mencapai angka yang fantastis, dan aset yang dilelang akan cukup untuk menutupi utang tersebut.
Bambang juga menyoroti praktik Bank Benta dalam menghitung Hak Tanggungan (HT), yang mencapai 10 kali lipat dari nilai utang pokok. Di bank lain, HT biasanya hanya 125 persen dari pokok pinjaman.
Kuasa hukum mempertanyakan peran pengawasan OJK, yang seharusnya melindungi hak nasabah. Menurutnya, OJK perlu memastikan bank tidak memberlakukan denda kredit macet yang berlebihan seperti ini.
“ Kami menyarankan tindakan agar kasus serupa tidak terulang dan meminta kepastian agar masyarakat Surabaya, yang menjadi korban praktik Bank Benta, tidak dirugikan oleh sistem perbankan yang sewenang-wenang ini,” pungkas Bambang. (trs)