Surabaya, Respublika – Masih ditemukannya aksi tawuran yang dilakukan gangster di kota Pahlawan saat Ramadan, pimpinan DPRD Surabaya AH Thony turut buka suara.
Ia mengakui, Pemkot Surabaya sering melakukan operasi. Kendati begitu, gangster tersebut muncul kembali. Sehingga ia menilai, treatment sebelumnya belum tuntas.
Sebab, pelakunya (gangster) itu kambuhan pelaku lama.
Berdasarkan hasil risert yang pernah dilakukan, baik file risert, library riset atau bahkan riset partisipatory. Dapat dipahami, jika latar belakang, kultur maupun kajian secara sosiologis. Bisa dijadikan sebagai satu rujukan, menyelesaikan masalah ini.
“Yaitu dengan cara identifikasi potensi masalah, tentang mereka berkumpul menjadi gengster, kelompok atau mungkin kumpulan apa, dan sebagainya,” ujar AH. Thony, Selasa (28/03/2023).
Itu, menurut Thony dibiarkan saja, sebagai identifikasi. Sebab, dengan cara tersebut, dia meyakini, lebih mudah mengenali. Berbeda halnya bila kumpulan tersebut dibubarkan.
Maka semakin sulit, mengenali proses pengelompokan mereka secara natural. Karena kecenderungannya, hampir 70% ada kecocokan atau chemistry.
Maka Thony mengimbau, gangster tak dibubarkan. Sebaiknya, ia menyarankan diidentifikasi faktor kedekatan mereka. “Dan ketika sudah ditemukan berikan tanggung jawab,” ujarnya.
Misal, terbentuknya gangster karena hoby motor, di situ ada yang pandai modifikasi dan sebagainya. Karena tidak ada wadah yang baik. Akhirnya mereka balapan liar, disertai taruhan dan lainnya. Setelah itu, dinyatakan bersalah karena melakukan perjudian.
“Padahal, inti energi kelompok tersebut komunitas motor.” papar Thony.
Harusnya, tambah Thony ketika mereka suka motor, mereka diberi tanggung jawab, tantangan. Dibuatkan bengkel melalui program padat karya. Sebagai tantangan menarik. Namun, jika tidak bisa disalurkan. Mereka cari sasaran, melakukan pelampiasan.
“Maka bila orentasinya salah, maka kebanyakan yang terjadi seperti sekarang,” demikian legislator Gerindra tersebut. (trs)