Surabaya, newrespublika – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Timur mencatat, kredit perbankan di Jawa Timur alami pertumbuhan sebesar 8,10 persen, ini menunjukkan ekonomi di Jatim cukup bagus di triwulan ke-1 tahun 2024.
Kepala OJK Jatim, Giri Tribroto mengatakan, kredit perbankan pada posisi Februari 2024 tumbuh 8,10 persen (yoy) menjadi sebesar Rp697 triliun.
Sementara itu, secara tahunan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,97 persen (yoy) atau menjadi sebesar Rp761 triliun.
“ Hal tersebut mengakibatkan LDR di Jawa Timur pada posisi Februari 2024 menjadi sebesar 90,97 persen.” ujarnya dalam siaran pers OJK Jatim, Senin (29/04/2024).
Kepala OJK Jatim, Giri Tribroto menambahkan, OJK terus mendorong kinerja intermediasi perbankan dengan tetap menjaga keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan/kredit dan terjaganya likuiditas.
“ Likuiditas industri perbankan pada Februari 2024 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas yang terjaga.” tambahnya.
Giri Tribroto menerangkan, Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 118,15 persen dan 24,73 persen, atau tetap jauh di atas treshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, kata Giri, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 1,27 persen dan NPL gross sebesar 3,34 persen.
Seiring pemulihan yang terus berlanjut di sektor riil, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 relatif tetap sebesar Rp20 triliun (Desember 2023: Rp20 triliun) atau naik Rp1triliun, namun dengan jumlah nasabah tercatat turun menjadi 101 ribu nasabah (Desember 2023: 107 ribu nasabah).
Selanjutnya, jelas Giri Tribroto, perbankan di Jawa Timur tetap perlu memperhatikan risiko utama, yaitu risiko pasar dan dampaknya pada risiko likuiditas terkait sentimen suku bunga global yang masih tetap tinggi, serta potensi peningkatan risiko kredit paska berakhirnya masa relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19 pada akhir Maret 2024.
“ Perbankan agar meningkatkan daya tahan melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage CKPN secara memadai, serta secara rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan permodalan dalam menyerap potensi risiko,” pungkasnya. (trs)