Jakarta, newrespublika – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat bahwa reformasi atau inovasi dalam hukum, upaya pencegahan, dan pengawasan kemitraan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi prioritas kepemimpinan Anggota KPPU Periode Keempat selama lima tahun terakhir.
Berbagai prioritas tersebut dilakukan seiring dengan situasi perekonomian yang dihadapkan dengan pandemi Covid-19 dan perlambatan perekonomian Nasional dalam periode tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Ketua KPPU, Prof. M. Afif Hasbullah, dalam diskusi media yang diselenggarakan secara hybrid, Senin (04/12/2023) di Kantor Pusat KPPU Jakarta.
Afif menjelaskan, kepatuhan pelaku usaha atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan pelaksanaan Putusan KPPU secara khusus menjadi catatan penting di masa kepemimpinan tersebut.
” Sebagaimana diketahui, Anggota KPPU periode IV mulai menjalankan tugasnya sejak 27 April 2018 hingga 27 April 2023, dan diperpanjang hingga terpilihnya Anggota KPPU periode berikutnya,” ujarnya di Jakarta, Senin (04/12/2023).
Sebagaimana diketahui, jelas Afif, Komisi VI DPR RI telah menentukan 9 (sembilan) nama Anggota KPPU tersebut dan akan dibawakan ke Rapat Paripurna DPR RI besok, tanggal 5 Desember 2023.
Untuk itu, tambah Afif Hasbullah, KPPU perlu menyampaikan laporan kinerjanya kepada publik sebagai bentuk dari transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas Anggota KPPU periode IV tersebut.
Kinerja Umum
Secara umum, terang Afif, kinerja persaingan usaha diukur melalui Indeks Persaingan Usaha (IPU), yang mengukur persepsi pemangku kepentingan posisi daya saing, produktivitas, dan efisiensi sektor ekonomi Indonesia.
” Hasil IPU menunjukkan sepanjang 2018-2022 memperlihatkan adanya tingkat persaingan nasional yang sedikit tinggi serta diikuti dengan perkembangan yang cukup menggembirakan,” terangnya.
Ia kembali menjelaskan, Pada 2020 IPU sempat menurun dari 4.72 menjadi 4.65 yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Seiring membaiknya perekonomian nasional secara bertahap, angka IPU mulai mengalami kenaikan dari 4,65 pada tahun 2020 menjadi 4,81 pada tahun 2021 dan 4,87 di tahun 2022.
” Peningkatan ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan usaha di Indonesia dipersepsikan menuju level tinggi,” jelasnya.
Afif kembali mengatakan, kinerja persaingan usaha tersebut dibentuk melalui proses penegakan hukum maupun tindakan preventif melalui advokasi kebijakan.
Selama kurun waktu lima tahun terakhir, KPPU telah menjatuhkan Putusan atas 105 (seratus lima) perkara dan Penetapan atas 6 (enam) perkara dengan perubahan perilaku.
Afifi kembi menerangkan, total denda yang dikenakan dari semua Putusan selama lima tahun tersebut mencapai Rp459,15 miliar. Terdapat dua Putusan yang memiliki denda terbesar dalam kurun waktu lima tahun ini, yakni perkara penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia (total denda Rp71,2 miliar) dan perkara jasa angkutan sewa khusus (total denda Rp49 miliar).
Sebagian besar Putusan tersebut, yakni 42,8%, merupakan perkara keterlambatan notifikasi merger dan akuisisi (45 perkara). Diikuti oleh perkara persekongkolan tender (40 perkara atau 38,1%), perkara non tender (13 perkara atau 12,4%), dan perkara kemitraan UMKM (7 perkara atau 6,7%).
Keseluruhan nilai proyek dalam perkara persekongkolan tender tersebut mencapai total nilai pengadaan sekitar Rp5,9 triliun. Sehingga dapat dikatakan KPPU berkontribusi dalam mencegah kerugian negara sebesar nilai pengadaan tersebut. Dari 105 putusan yang dikeluarkan di atas, 76 atau 72,4% diantaranya telah berkuatan hukum tetap.
” Sebagian besar putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut, telah dilaksanakan Terlapor, dengan total denda yang dipungut sebesar Rp190.085.380.256 atau 41,4% dari total denda yang dikenakan,” pungkas Afif. (trs)