Jakarta, Respublika – Mengawali tahun 2023, ada bayang-bayang resesi global dan tech winter yang mulai terjadi beberapa waktu belakangan. Badai tech winter menyebabkan banyak perusahaan rintisan (startup) di bidang teknologi mulai kehabisan dana dan melakukan beragam cara untuk bertahan, mulai dari mengurangi beban operasional, melakukan hiring freeze, layoff massal, hingga mengajukan pailit.
Fenomena ini tentunya meningkatkan kewaspadaan dari perusahaan teknologi lainnya, termasuk perusahaan-perusahaan teknologi yang sudah berdiri belasan hingga puluhan tahun. Lintasarta, sebagai salah satu perusahaan (Information and Communication Technology) ICT senior, memiliki sudut pandang sendiri mengenai fenomena terkait.
“Sejak tahun 2022 lalu, kami mulai melihat adanya indikasi fluktuasi ekonomi yang bisa berdampak pada banyak sektor, termasuk teknologi. Beberapa perusahaan rintisan baru mungkin menjadi salah satu yang paling diuji saat ini,” ujar Hariyadi Ramelan, Corporate Service Director Lintasarta.
“Dengan kurang lebih 35 tahun pengalaman di industri, naik-turunnya situasi ekonomi global bukan kali pertama yang kami alami. Justru kami melihat masa-masa seperti ini adalah momentum yang baik untuk penyelarasan strategi bisnis dan kebijakan perusahaan ke depan agar kami tidak hanya sekedar bertahan, namun justru dapat meningkatkan performa bisnis dan kualitas kinerja tim. Tentunya, dengan governance yang lebih baik dalam meningkatkan reputasi entitas,” lanjutnya.
Dengan dihapuskannya PPKM, Lintasarta termasuk salah satu perusahaan yang masih konsisten menerapkan WFA atau Work-From-Anywhere. Kebijakan ini bukannya tanpa alasan. Penerapan WFA disebut-sebut memiliki dampak jangka panjang bagi karyawan dan perusahaan.
“Sejak pandemi, kami memang memiliki skema kerja baru yang bernama Lintasarta FlexWork. Skema ini memungkinkan karyawan untuk bisa bekerja dari mana saja dengan monitoring pelaksanaan task management dan engagement collaboration masing-masing di tiap divisi,” kata Hariyadi Ramelan.
“Kami melihat bahwa sebagai perusahaan teknologi, banyak sekali lini pekerjaan yang sebetulnya bisa dilakukan dimana saja. Dengan demografi karyawan kami yang sebagian sudah berkeluarga, ternyata skema ini berjalan cukup efektif dan membantu karyawan bekerja lebih efisien.
Karyawan dapat menyeimbangkan pola kerja hariannya, sekaligus memiliki waktu yang lebih banyak untuk keluarga ataupun kegiatan-kegiatan pribadi lainnya. Secara bisnis juga, di masa pandemi kami berhasil mempertahankan performa keuangan perusahaan di saat banyak perusahaan lain mengalami tantangan finansial yang lebih besar, bahkan penurunan kinerja,” lanjutnya.
Namun, Lintasarta menyadari sepenuhnya masih banyak nilai-nilai perusahaan yang masih perlu dibangun dengan pertemuan tatap muka.
“Meski menerapkan WFA, kami juga melihat pentingnya kebersamaan antar tim dan beberapa pekerjaan yang harus dilakukan secara tatap muka. Sehingga, kami menyediakan tiga kali dalam seminggu wajib ke kantor untuk mempermudah koordinasi antar tim,” Hariyadi menambahkan.
Setelah melewati berbagai fase bisnis dan transformasi selama bertahun-tahun, tidak mudah untuk mempertahankan performa perusahaan sekaligus kesejahteraan karyawan di dalamnya. Pertanyaannya, bagaimana Lintasarta mengelola seluruh sumber daya manusia (SDM) di dalamnya untuk beradaptasi di era pascapandemi, sekaligus mendukung transformasi digital di perusahaan?
“Kami melakukan berbagai inovasi untuk employee management yang dikombinasikan dengan upaya digitalisasi perusahaan, serta best practice dari industri. Fokus kami adalah bagaimana bertumbuh tidak hanya dengan pelanggan, tetapi juga dengan karyawan,” tutur Triharry Darmawan Oetji, Corporate Secretary General Manager Lintasarta.
Sejumlah program employee management yang telah dijalankan oleh Lintasarta di antaranya:
- Pemberian apresiasi Best Employee Award kepada karyawan yang berprestasi dan memberikan kontribusi terbaik kepada Perusahaan.
- Pelaksanaan Lintasarta Innovation Competition (LINC) untuk seluruh karyawan Lintasarta agar karyawan dapat menyalurkan ide inovasi dalam kategori Idea Fusion, hingga memberikan hasil inovasi dalam kategori Great Execution.
- Pelaksanaan Top Talent Retention Program untuk memberikan apresiasi dan mempertahankan karyawan Top Talent di Lintasarta.
- Penerapan online learning melalui partnership dengan LinkedIn Learning untuk memfasilitasi karyawan dalam meningkatkan kompetensinya secara independen (self– learning).
Membina Masa Depan: Millenial dan Gen Z
Untuk mendukung proses adaptasi perusahaan agar selalu relevan dengan zaman, peran SDM di usia produktif tentunya menjadi penting. Di tengah momentum regenerasi perusahaan, generasi milenial dan Gen Z di perusahaan sudah disiapkan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan.
“Dari jumlah karyawan millenial yang sudah lebih dari 50 persen, beberapa key positions kami telah diisi oleh generasi millenial. Karyawan millenial tersebut ditingkatkan kompetensinya untuk siap menduduki key positions dan dilakukan pemantauan terhadap career path-nya sejak awal bergabung. Tidak berhenti di situ, kami juga sedang membina beberapa karyawan Gen Z sejak fresh graduate melalui program management trainee kami, Lintasarta Future Generation,” ungkap Triharry.
Dunia akan terus berkembang sesuai zamannya, termasuk generasi-generasi masa depan yang akan melanjutkan perjalanan perusahaan di kemudian hari. Perbedaan tantangan zaman, karakteristik karyawan, dan kebutuhan pelanggan tentunya membutuhkan strategi dan taktik yang berbeda agar perusahaan dapat terus bertumbuh selaras dengan sekitarnya.
“Di tengah masa-masa sulit, perusahaan teknologi sejatinya adalah blessing in disguise, karena memiliki fleksibilitas untuk menciptakan produk dan layanan yang hampir selalu dibutuhkan oleh masyarakat zaman sekarang. Untuk itu, tantangan apapun yang terjadi di global saat ini akan selalu menjadi motivasi bagi kami untuk terus bertumbuh bersama pelanggan dan masyarakat dengan berbagai keunggulan yang dimiliki Lintasarta,” pungkas Hariyadi. (trs)