Komisi C: Proyek Jamban Sehat di Surabaya Harus Segera Dikerjakan

Komisi C: Proyek Jamban Sehat di Surabaya Harus Segera Dikerjakan

Surabaya, Respublika – Komisi C DPRD Kota Surabaya menilai, pengerjaan proyek jamban sehat di tahun 2023 harus segera dikerjakan sejak saat ini, jangan sampai jelang akhir tahun belum kelar.

“Seperti hal nya Rutilahu, proses pengerjaan jamban sehat juga di awal-awal tahun ini harus dikerjakan,” ujar Aning Rahmawati, Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Kamis (17/02/23).

Politisi PKS Surabaya ini mengatakan, terget Pemkot Surabaya yang akan membebaskan warganya dari tradisi Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada tahun 2023, jadi realisasi jamban sehat untuk warga harus segera dikerjakan.

“Baik itu jamban komunal dari PU, maupun jamban personal dari Dinas Lingkungan Hidup atau DLH itu harus segera dikerjakan. Jamban sehat yang akan dibangun sebanyak 8.500 unit itu kan tidak sedikit,” terang Aning Rahmawati.

Ia menerangkan, pengajuan jamban sehat di masyarakat melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang ada di setiap Kecamatan dan Kelurahan. Sama seperti halnya Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu), warga mengajukan ke Pokmas.

“Tapi anggarannya melalui dinas, bukan Dakel atau Dana Kelurahan,” ungkap Aning.

Seperti diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menargetkan Kota Pahlawan bebas Buang Air Besar Sembarangan (BABS) pada tahun 2023. Kini, pihaknya terus berupaya untuk menghentikan perilaku masyarakat yang melakukan BABS.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, target pelaksanaan Jamban Sehat Individu tahun 2023 adalah sebanyak 8.000 titik.

Karenanya, pihaknya menargetkan 1.000 pengerjaan jamban selesai dalam kurun waktu satu bulan. Sebab, dalam sehari pihaknya mampu melakukan 30-40 pengerjaan jamban.

“Karena target sehari harus menyelesaikan 30-40 pengerjaan jamban. Dalam prosesnya kami juga berkoordinasi dengan Dinkes Kota Surabaya, serta pihak kecamatan dan kelurahan. Melalui program jambanisasi ini, tentunya untuk menekan resiko penyakit pada kelompok rentan, serta untuk menjaga kebersihan lingkungan,” jelasnya.

Pada proses pelaksanaannya, Hebi menerangkan terdapat beberapa evaluasi mengenai kendala yang dialami oleh DLH Kota Surabaya. Kendala non teknis adalah persoalan luas ukuran rumah.

Hal ini menyebabkan para anggota keluarga harus mengungsi atau menginap sementara di Balai RW selama proses pengerjaan jamban.

“Maupun, sudah adanya Water Closet (WC) atau toilet, namun saluran pembuangan kotoran tersebut langsung menuju ke sungai,” pungkas Hebi. (trs)