Surabaya, Respublika – MSG (Monosodium Glutamat) atau biasa yang dikenal sebagai micin, adalah salah satu penyedap rasa semua masakan yang merupakan garam sodium atau natrium dari asam glutamat.
Natrium yang terdapat dalam MSG adalah natrium yang sama sebagaimana terdapat dalam garam dapur atau garam meja, sedangkan asam glutamat adalah asam amino yang secara alami terdapat dalam daging, ikan/seafood, sayuran seperti tomat, bawang putih, kentang dan sayuran lainnya, serta dalam rumput laut jenis konbu.
Asam glutamat lebih banyak lagi terdapat dalam makanan berprotein tinggi yang difermentasi atau yang diperam dalam waktu relatif lama seperti keju, kecap kedelai, kecap ikan, ikan peda dan sejenisnya.
Saat ini, semua orang sepertinya sudah tahu apa itu micin, dan juga pernah merasakan sedapnya masakan yang menggunakan micin.
Micin atau MSG memiliki rasa yaitu rasa umami, salah satu rasa dasar dari lima rasa dasar, empat lainnya yang sudah diketahui yaitu asam, asin, manis dan pahit.
Asam glutamat pada micin dapat meningkatkan rasa gurih atau rasa lezat masakan. Rasa gurihnya seperti gurih kaldu daging, bukan gurih santan, mentega atau margarin.
Berdasarkan sejarahnya, MSG pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1908 oleh seorang professor bernama Kikunae Ikeda. Kikunae Ikeda mengekstrak dan mengkristalkan glutamat dari kaldu rumput laut konbu untuk dijadikan butiran MSG.
Banyak yang mengatakan bahwa micin dapat menyebabkan efek negatif pada kesehatan atau pemicu terjadinya kelebihan berat badan (obesitas), kanker, hingga disebut sebagai penyebab kebodohan.
Padahal telah dibuktikan dalam percobaan hewan, micin ini tidak menimbulkan efek negatif tersebut, sehingga memiliki nilai acuan keamanan yang disebut ADI (acceptable daily intake atau asupan harian yang dapat diterima) “not specified” menurut JECFA komite dunia yang mengkaji risiko penggunaan bahan tambahan pangan seperti MSG di bawah Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO).
Dengan demikian, apakah benar pernyataan tersebut? Bertujuan untuk memberikan informasi yang benar mengenai MSG, P2MI mengundang beberapa rekan media melalui media workshop yang bertajuk “Cinta Pakai Micin, Why Not?”.
Satria Gentur Pinandita, Ketua Bidang Komunikasi Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia (P2MI) mengatakan, masih banyak tanggapan miring beredar di masyarakat mengenai micin ini.
“ Konsern dengan hal tersebut, hari ini kami – P2MI (Perkumpulan Pabrik Mononatrium Glutamat dan Asam Glutamat Indonesia) yang beranggotakan PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinex International, PT Sasa Inti, dan PT Daesang Ingredients Indonesia berinisiatif memberikan informasi yang benar mengenai amannya mengkonsumsi MSG lewat media workshop untuk rekan-rekan media di Surabaya,” ujar Satria (23/05/2023).
Ia menambahkan, acara hari ini dikemas secara santai namun tetap hangat dengan menghadirkan pembicara dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.GK, Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe yang merupakan Dosen Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor yang juga dimeriahkan dengan demo masak oleh Chef Fajar Alam Setiabudi.
Ia menjelaskan, MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan dijelaskan pada Permenkes dan BPOM.
Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan menjelaskan bahwa MSG dikategorikan sebagai BTP penguat rasa.
Kadar penggunaan maksimum MSG dalam peraturan tersebut adalah CPPB, karena sifatnya tidak menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (ADI tidak dinyatakan atau not specified), sehingga kadar penggunaan ditentukan oleh produsen pangan dengan batasan secukupnya atau kadar yang paling rendah yang sudah memberikan rasa yang diinginkan.
Nilai ADI yang yang menunjukkan aman tersebut (karena bukan merupakan ADI numerik) yang dikeluarkan oleh JECFA di bawah join lembaga internasional Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organisation (WHO) membuat MSG juga aman jika ditambahkan pada masakan.
“Kandungan Na di MSG lebih sedikit dibandingkan garam dapur sehingga risiko hipertensi akibat konsumsi natrium berlebih lebih tinggi pada garam dapur pada takaran yang sama. MSG mengandung 13,6% Na atau 12% Na dalam bentuk MSG monohidrat, sedangkan garam dapur 39%Na. Penggunaan MSG dalam masakan bahkan dapat menurunkan penggunaan garam dapur yang normal”, ujar Prof. Dr. Hanifah Nuryani Lioe ketika ditemui hari itu di tempat acara.
Sementara dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.GK mengatakan, penambahan MSG pada makanan tidak mengurangi gizi dari makanan tersebut.
” Bahkan, asam amino glutamat yang terkandung dalam bumbu umami seperti Monosodium Glutamat (MSG) dapat membantu meningkatkan selera makan. Peningkatan selera makan ini membantu dalam pemenuhan asupan gizi yang baik,” kata dr. Maretha Primariayu, M.Gizi, Sp.GK.
Acara hari itu ditutup dengan santap siang bersama antara media dan pengurus P2MI.
Satria kembali mengatakan, Sebelumnya, kami mengadakan acara yang serupa di Jakarta dan mengundang rekan-rekan media untuk berbuka puasa bersama.
Kali ini, kata Satria, sambil bersilahturahmi kami mengundang rekan-rekan media Surabaya. Kami berharap melalui acara ini, terungkap stigma negatif yang selama ini melekat pada micin adalah tidak benar.
“ Bahkan nyatanya micin merupakan material yang juga bermanfaat. P2MI berharap, melalui kegiatan hari ini masyarakat dan terinformasikan mengenai amannya mengkonsumsi MSG dan tidak lagi khawatir dalam menambahkan micin pada masakan,” tutup Satria di akhir pembicaraan. (trs)