Surabaya, newrespublika – Puluhan pedagang Jembatan Merah Plasa (JMP) 2 merasa resah terkait dikeluarkannya surat edaran atau pemberitahuan oleh PT Jasamitra Propertindo, selaku pengelola JMP 2.
Dalam surat pemberitahuan No: B 021/IV/JP/24/OPS yang ditandatangani Direktur Utama Prasetyo Kartika, dengan tembusan ke PT Lamicitra Nusantara Tbk, tertanggal 4 April 2024 itu, PT Jasamitra Propertindo menyampaikan berakhirnya masa pemakaian hak sewa gedung dan operasional dihentikan mulai 20 April 2024.
Ini karena PT Pelindo Persero, selaku pemilik lahan, menolak permohonan perpanjangan sewa lahan JMP 2.
Atas penolakan perpanjangan sewa tersebut, PT Jasamitra Propertindo memberikan batas waktu pengosongan stan atau toko kepada para pedagang paling lambat 30 April 2024.
“Kami tadi sudah mengadukan persoalan ini ke Pak Baktiono (Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, red) dan berharap membantu memfasilitasi menyelesaikan masalah ini,” ujar Jasmine, koordinator pedagang JMP 2, Rabu (24/4/2024).
Menurut dia, para pedagang ingin tetap bertahan untuk berjualan. Meski diakui, memang ada yang menunggak pembayaran service charge.
“Kami tidak membayar karena beberapa fasilitas service charge tidak dipenuhi oleh manajemen. Misalnya, AC mati, toilet kotor dan tak ada perawatan lainnya. Kami semua di sini beli tidak murah, miliaran rupiah. Karena itu, kami ingin tetap berjualan,” tandas dia.
Pendamping pedagang JMP 2, Djunaidi Efendi menyatakan, cara pengelola (PT Jasamitra Propertindo) dalam meminta para pedagang mengosongkan stan-nya sangat tidak etis. Menurut dia, PKL saja masih diberikan surat peringatan (SP)1,2, dan 3.
“Tapi ini hanya dengan satu surat edaran saja meminta pedagang mengosongkan stan-nya,”beber dia.
Kalau PT Jasamitra Propertindo sebagai
debt collector,
dalam hal ini melaksanakan
collection debt, perusahaan penagih utang, itu harus punya izin operasional dari pemerintah.
Misalnya, kalau badan usaha itu harus mempunyai Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari pemerintah. Bilamana tidak didukung izin operasional pemerintah, lanjut dia, maka badan usaha tersebut bisa dinyatakan ilegal. Jika badan usaha tersebut ilegal,maka segala bentuk tagihan terhadap para stan dinyatakan pungutan liar.
“Tiap bulan kami diharuskan membayar service charge Rp 3,5 juta , termasuk listrik, AC dan sebagainya. Tapi sekarang fasilitas itu tak semua ada,” tandas dia.
Untuk itu, dia berharap tak ada pengosongan karena stan toko di JMP 2 dulu beli Rp 1,250 miliar.
Apalagi, lanjut dia, PT Jasamitra Propertindo tak ada perjanjian hukum dengan pedagang, hanya sekadar menarik service charge. Lantaran saat pembelian stan/kios, pedagang berhubungan langsung dengan PT Lamicitra Nusantara Tbk.
“Karena itu kalau PT Jasamitra Propertindo mau mengosongkan atau menutup JMP 2 harus ada rapat umum pemegang saham (RUPS).
Mereka juga harus memberitahukan penutupan itu hasil RUPS, ” imbuh dia.
Sementara itu Legal Corporate PT Jasamitra Propertindo, Deddy Prasetyo ketika dikonfirmasi, Rabu (24/4/2024) malam, menyampaikan dari ratusan pedagang, kini tinggal beberapa pedagang karena memang banyak yang tutup.
“Para pedagang yang lain sudah bersedia pindah ke JMP -1. Jadi hanya 4 pedagang yang enggak mau pindah. Kita sudah jelaskan pembayaran service charge nya tidak mampu menutupi biaya operasional bulanan JMP 2 yang mencapai miliaran,” jelas dia seraya menambahkan sebelum Lebaran, PT Jasamitra Propertindo sudah mengumpulkan para pedagang tersisa, sekitar 25 orang. Mereka diberitahu pada April 2024 ini, sewa JMP 2 ke PT Pelindo Persero sudah berakhir.
“Bahkan, kita juga beritahu berapa besaran sewa yang harus dibayar ke Pelindo Persero. Jika toh mau diperpanjang juga mampukah mereka?Kita sudah beri hitungan resmi yang tidak melanggar UU. Akhirnya, banyak pedagang yang sudah pindah ke JMP 1,” ungkap dia.
Soal status JMP 2, Deddy mengaku merupakan sewa dengan diberikan hak memakai yang berakhir 2021. Pada saat itu, PT Lamicitra Nusantara sudah mengajukan ke PT Pelindo Persero, selaku pemilik lahan, namun. Hak Guna Bangunan(HGB) atau sewa lahan tidak bisa diperpanjang. Alasan lain, karena ketika itu kondisi pasar sudah mulai sepi.
” Pada 2021 kita tahu saat itu Covid-19, sehingga sangat tidak bijak kalau kita melakukan penutupan. Selain itu adanya online shop membuat mal-mal ikut terdampak dan pedagang mengalami penurunan luar biasa,”pungkas dia. (trs)