Surabaya, newrespublika – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem pada periode 2 hingga 10 Januari 2025. Selama 10 hari ke depan, BMKG Juanda memprediksi cuaca ekstrem dapat meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi, seperti hujan lebat, banjir, petir, puting beliung hingga hujan es.
Kepala BMKG Juanda, Taufiq Hermawan mengatakan, saat ini wilayah Jawa Timur termasuk Kota Surabaya memasuki puncak musim hujan. Adanya fenomena gelombang atmosfer seperti Low Frekuensi yang melintas, mengakibatkan peningkatan pertumbuhan awan penghujan di beberapa wilayah. Selain itu, peningkatan La Nina juga menjadi salah satu faktor peningkatan potensi bencana hidrometeorologi dibandingkan periode sebelumnya.
“Dalam 10 hari ke depan, masih akan seperti ini (kondisi cuaca). Curah hujan tinggi, angin kencang dan beberapa potensi bencana hidrometeorologi lainnya masih dimungkinkan,” kata Taufiq dalam konferensi pers di Kantor Eks Humas Pemkot Surabaya, Jumat (3/1/2025).
Taufiq menyampaikan, hujan yang akan terjadi di Kota Surabaya dalam beberapa hari ke depan, intensitasnya sedang hingga lebat dengan durasi yang tak menentu tergantung dari pertumbuhan awan.
“Jadi Desember, Januari dan Februari adalah puncak musim hujan. Desember sudah kita lewati, Januari akan kita jalani dan nantinya hingga Februari. Peringatan dini cuaca ekstream masih terus akan kami update,” ujar Taufiq.
Taufiq mengungkap bahwa peringatan dini yang terus diinformasikan kepada masyarakat bertujuan untuk meminimalisir adanya kerugian yang dapat ditimbulkan dari potensi bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem. “Terutama kerugian terhadap manusia. Hal ini yang ingin kami antisipasi bersama Pemkot Surabaya,” harapnya.
Dengan adanya peringatan dini cuaca ekstrem, Pemkot Surabaya telah menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya, Syamsul Hariadi mengatakan, sejumlah sarana dan prasarana mulai normalisasi box culvert hingga 315 pompa air di 77 lokasi disiagakan untuk mewaspadai hujan lebat yang berpotensi menjadi genangan dan banjir.
“Pompa-pompa kami bisa menyedot 513 meter kubik air per detik untuk dibuang ke laut. Kalaupun ada genangan yang tidak bisa dihindari tidak akan lama. Sebab, Standar Operasional (SOP) yang kami terapkan kalau sudah mendung rumah pompa akan dinyalakan, ketika hujan langsung bisa bekerja untuk menampung dan menyedot air,” terang Syamsul.
Mengingat pentingnya fungsi pompa air dalam penanganan genangan dan banjir di Surabaya, Syamsul mengingatkan masyarakat untuk mendukung kinerja pompa air dengan tidak membuang sampah pada saluran. Sebab, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada pompa air.
“Musuhnya pompa itu sampah, ketika terbelit sampah tidak akan bisa memutar. Itu terjadi di beberapa lokasi rumah pompa kami seperti di Kalisari, dua dari lima pompa harus berhenti beroperasi karena sampah. Masyarakat dihimbau untuk tidak buang sampah di saluran karena itu menyebabkan kerusakan pada pompa,” jelas Syamsul.
Sementara itu, untuk mengatasi banjir rob di wilayah pesisir Surabaya, Syamsul mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiagakan semua pintu air. Sehingga, ketika banjir rob datang tidak sampai masuk ke pemukiman atau rumah-rumah warga.
“Jadi untuk Surabaya InsyaAllah sudah dilengkapi dengan pintu air, ketika hujan datang, air laut pasang adanya banjir rob bisa tertanggulangi. Semua wilayah di Surabaya sudah ada pintu air, kecuali tiga kawasan yaitu Kalianak, Kali Sememi, dan Kali Krembangan yang masih kami persiapkan,” jelas Syamsul.
Tak hanya DSDABM yang bersiaga dalam potensi cuaca ekstrem, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, pihaknya juga menyiapkan sarana dan prasarana hingga personel untuk melakukan mitigasi apabila diperlukan. Petugas BPBD juga disiagakan pada 11 titik yang rawan mengalami banjir rob di wilayah pesisir.
“Sudah kami siagakan, dari mulai sarpras dan tenaga manusianya. Karena alam ini hebat maka kita juga harus lebih hebat dalam mengantisipasi potensi bencananya,” tutup Hebi. (trs)