Surabaya, Respublika – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus bersinergi dan memperkuat komitmen di bidang penegakan hukum, utamanya yang terkait dengan tindak pidana perbankan.
Terbaru, LPS-Polri menggelar sosialisasi dan Focus Group Discussion (FGD) terkait fungsi, tugas dan wewenang LPS kepada jajaran Kepolisian di wilayah hukum Jawa Timur dan Bali pada Rabu, 8 Maret 2023.
Adapun, kegiatan ini merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan bersama dengan aparat penegak hukum dari masing-masing wilayah yang berbeda di seluruh Indonesia. Kegiatan ini selain bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat, ini juga sebagai sarana untuk memperkuat kerja sama antara LPS dan Polri, terutama terkait dengan bidang penegakan hukum.
“Kerja sama dalam bidang penegakan hukum sebagai bagian dari bentuk kerjasama LPS-Polri, di samping kerjasama lainnya di bidang tukar menukar informasi, pendidikan dan pelatihan tentunya akan sangat bermanfaat bagi bangsa kita. Penegakan hukum yang tepat tentunya akan memberikan deterrent effect atau efek jera serta memastikan terlaksananya fungsi LPS dalam memelihara stabilitas sistem perbankan,” ujar Direktur Group Litigasi LPS Arie Budiman di Surabaya, Rabu (8/3/2023).
Kemudian, dalam kesempatan tersebut Arie juga menjelaskan mengenai situasi dan kondisi pasca pandemi yang sudah membaik, dan juga pemerintah yang sudah menetapkan Undang Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU PPSK).
“Di bidang perekonomian Pemerintah dan DPR telah mengantisipasi hal tersebut, di mana UU PPSK telah ditetapkan di bulan Januari 2023. Bagi LPS, kehadiran UU PPSK memberikan kewajiban baru yaitu penyelenggara program penjaminan polis asuransi, paling lambat 5 tahun sejak UU tersebut ditetapkan,” jelasnya.
Selain itu, LPS juga berwenang untuk melakukan persiapan lebih awal bersama OJK sejak bank dalam kondisi Bank dalam Penyehatan, pemilihan metode resolusi Bank Dalam Resolusi yang tidak hanya mempertimbangkan biaya paling rendah, dan juga perluasan opsi sumber pendanaan bagi LPS.
Pada kesempatan yang sama, Penyidik Madya Bareskrim Polri, Kombes(pol). Irfan Rifai menyatakan, kegiatan ini merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman antara LPS-Polri yang ditandatangani pada tahun 2019 silam.
Menurutnya, kegiatan semacam ini sangatlah bagus, terutama untuk menambah wawasan para penyidik Polri, terutama terkait dengan tindak pidana perbankan, seperti misalnya fraud yang sering menyebabkan bank gagal.
“Kegiatan semacam ini sangat bagus sekali, terutama untuk para penyidik Polri di Polda Jatim dan Bali. sehingga kedepannya dapat berkolaborasi dan bekerja sama untuk paling tidak bisa menekan agar kejadian sejenis tidak terulang dan untuk memproses bilamana ditemukan fraud di tempat lainnya,” ujarnya.
Sebagai informasi, sejak tahun 2005 hingga tahun 2022, secara total LPS telah melakukan likuidasi 117 BPR/BPRS, 1 bank umum dan menyelamatkan 1 bank umum. Bahwa sebagian besar bank yang dicabut izin usahanya terdapat unsur kejadian fraud atau indikasi tindak pidana perbankan yang perlu ditindaklanjuti oleh penegak hukum serta memberikan efek jera.
Kemudian dalam hal jumlah pembayaran klaim penjaminan simpanan, secara kumulatif sejak tahun 2005 hingga tahun 2022, nominal simpanan layak bayar yang dibayarkan oleh LPS sebanyak Rp 1,713 triliun atau 82,15 persen dari total simpanan pada bank yang dilikuidasi.
Cakupan penjaminan LPS sangat memadai di mana sebanyak 99,9 persen rekening simpanan di perbankan nasional telah dijamin oleh LPS, atau setara dengan kurang lebih 399.866.365 rekening. Adapun jumlah simpanan yang dijamin LPS saat ini adalah sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank. (trs)