Jakarta, newrespublika – Dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Senin 27 Mei 2024, LPS telah melakukan evaluasi dan menetapkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) bagi simpanan dalam Rupiah di bank umum dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR), serta simpanan dalam bentuk valuta asing (valas) di bank umum.
Berdasarkan hasil RDK tersebut, LPS memutuskan untuk mempertahankan TBP simpanan rupiah di bank umum dan BPR serta simpanan valas di bank umum.
Sehingga saat ini, TBP simpanan rupiah pada Bank Umum ialah 4,25% dan TBP simpanan rupiah pada BPR ialah 6,75%. Sedangkan untuk TBP simpanan valuta asing (valas) pada bank umum ialah sebesar 2,25%. Selanjutnya, TBP tersebut akan berlaku untuk periode 1 Juni 2024 sampai 30 September 2024.
Perlu diketahui bahwa TBP simpanan adalah batas maksimum tingkat bunga wajar simpanan perbankan yang ditentukan oleh pergerakan suku bunga simpanan di industri perbankan, juga sebagai ruang intensitas persaingan yang sehat antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat.
Dalam menentukan TBP simpanan, LPS mempertimbangkan faktor-faktor forward looking untuk memperkuat momentum pemulihan ekonomi dan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK).
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, penetapan TBP simpanan ini bertujuan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi domestik dan kinerja sektor riil serta mendukung kinerja intermediasi perbankan.
Kemudian, guna memberikan ruang lanjutan untuk perbankan dalam pengelolaan likuiditas dan suku bunga simpanan.
“Selain itu, kebijakan penetapan TBP LPS adalah upaya untuk terus menjaga sinergi kebijakan lintas otoritas untuk menciptakan stabilitas sistem keuangan,” ujar Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa di acara Konferensi Pers Penetapan TBP Periode Mei 2024 , di Jakarta, Selasa(28/5/2024).
Sementara itu, tambah Purbaya Yudhi, dari observasi dan evaluasi atas kinerja ekonomi dan perbankan menunjukkan beberapa hal, antara lain proses pemulihan ekonomi global masih diwarnai beberapa risiko ketidakpastian dan juga dampak perlambatan pemulihan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, eskalasi konflik geopolitik kawasan, serta pergeseran timing dan besaran kontraksi kebijakan moneter bank sentral utama dunia yang rentan memicu volatilitas di pasar keuangan.
Namun di lain sisi, jelas Purbaya, ekonomi domestik tetap tumbuh solid ditopang sisi konsumsi dan produksi yang tetap kuat. Hal ini tercermin antara lain dari, PMI atau Purchasing Managers Index manufaktur yang terus berada pada zona ekspansi, indikator konsumsi yang masih positif, dan neraca perdagangan yang melanjutkan tren surplus.
“ Namun demikian, optimisme tersebut perlu tetap diikuti kehati-hatian terhadap dampak negatif risiko eksternal yang tinggi,” pungkas Purbaya. (trs)