Surabaya, newrespublika – Eks Ketua Komisi C yang kini anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya periode 2024-2029, kinerja Baktiono ternyata lebih garang dan super tegas.
Hal tersebut terlihat saat Komisi B memulai kerjanya dengan memanggil mitra kerja komisi mulai awal pekan kemarin hingga saat ini, termasuk manajemen PD Pasar Surya.
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, Baktiono, menyoroti kinerja PD Pasar Surya dalam wawancara yang dilakukan di Kantor Dewan Surabaya, Senin (21/10/2024).
Dalam paparan tersebut, Baktiono mengkritik rendahnya dividen yang disetor perusahaan kepada Pemerintah Kota dibandingkan dengan gaji yang diterima oleh direksi.
“Saya pernah tanyakan dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Wali Kota, berapa sebenarnya take home pay Direktur PD Pasar Surya. Ternyata lebih besar take home pay-nya dibandingkan dividen yang disetor,” ujar Baktiono.
Ia menilai hal tersebut tidak mencerminkan pengelolaan yang baik dan menyayangkan jika posisi direktur PD Pasar Surya hanya diisi oleh seseorang yang berperan sebagai administratur pencatat, bukan pengelola yang memiliki jiwa wirausaha.
“Kalau hanya sekadar pencatat administrasi, cukup anak-anak SMA. Posisi direktur ini harus diisi oleh orang yang punya jiwa entrepreneurship,” tegas Baktiono.
Baktiono mengingatkan pentingnya seleksi yang lebih ketat dalam memilih pimpinan PD Pasar Surya. Menurutnya, sistem rekrutmen yang ada saat ini perlu diperbarui agar lebih profesional dan tidak didasarkan pada kedekatan atau hubungan personal.
“Sistem rekrutmennya harus diubah, tidak boleh berdasarkan like and dislike. Bukan asal tunjuk teman atau kerabat dekat. Jika perlu, kita buatkan peraturan daerah agar bisa sesuai dengan cita-cita kita bersama,” jelasnya.
Baktiono juga menyarankan untuk mencontoh sistem pengelolaan pasar di masa kepemimpinan Wali Kota Bambang DH, di mana beberapa pasar, seperti Pasar Wonokromo dan Pasar Tambak Rejo, dikelola dengan sistem Build Operate Transfer (BOT).
“Pasar-pasar tersebut dibangun tanpa menggunakan APBD, namun tetap bisa mengakomodasi pedagang lama. Ini merupakan contoh bagaimana kota bisa dibangun tanpa mengandalkan dana pemerintah, melainkan melibatkan pihak swasta,” tambahnya.
Baktiono menilai, konsep BOT bisa menjadi solusi untuk meningkatkan kinerja PD Pasar Surya. Melalui kerjasama dengan pihak swasta, pemerintah bisa membangun pasar-pasar tanpa mengeluarkan anggaran besar, namun tetap memberikan ruang bagi pedagang tradisional untuk berjualan.
“Kita tidak bisa berharap semuanya dibangun sendiri oleh pemerintah. Jika menyangkut urusan perdagangan, sebaiknya kita serahkan kepada pihak yang lebih berpengalaman di dunia bisnis, seperti yang dilakukan di Pasar Tambak Rejo dan Pasar Wonokromo,” ungkapnya.
Baktiono menambahkan bahwa dengan masa Build Operate Transfer yang umumnya berlangsung selama 25 tahun, di kemudian hari pengelolaan pasar akan kembali kepada pemerintah, dan keuntungan jangka panjang dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Ia juga menekankan perlunya evaluasi terhadap manajemen PD Pasar Surya yang dianggap kurang inovatif.
“Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Kita punya contoh-contoh pasar yang berhasil dikelola dengan sistem BOT, namun PD Pasar seolah lupa atau tidak peduli untuk belajar dari pengalaman tersebut,” pungkas Baktiono. (trs)