Surabaya, newrespublika – Sejumlah Kelompok Masyarakat (Pokmas) mengadu ke pimpinan DPRD Kota Surabaya, perihal rencana Pemkot Surabaya yang akan menghapus program bantuan sosial permakanan untuk lanjuta usia atau Lansia, yatim piatu, dan disabilitas menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT) mulai tahun depan.
Pokmas ditemui oleh Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, AH. Thony di gedung dewan menyampaikan aspirasinya soal rencana Pemkot Surabaya tersebut, Rabu (20/12/2023).
“ Pokmas yang selama 12 tahun sudah dibentuk oleh Pemkot Surabaya sebagai jasa masak, pengiriman makanan, untuk kaum lansia, yatim piatu, diakui membantu ekonomi anggota Pokmas.” Ujar AH. Thony di Surabaya, Rabu (20/12/2023).
AH. Thony menjelaskan, ada 195 Pokmas di Surabaya dengan jumlah anggota Pokmas 7 orang, jadi ada sekitar 1.144 orang yang terlibat didalam Pokmas, ditambah jasa pengiriman makanan sejumlah 441 orang.
Ia menambahkan, Pokmas menyampaikan kegelisahannya, karena ada perubahan yang dahulunya dana bantuan sosial permakanan disalurkan ke Pokmas untuk dijadikan makanan dan didistribusikan ke lansia, maka akan dihapus dan diganti BLT sebesar Rp200 ribu per bulan langsung ke penerima manfaat, melainkan tidak lagi melalui Pokmas.
Perubahan skema bantuan permakanan menjadi BLT, kata AH. Thony, memang perintah pusat, dan Pemkot Surabaya tentu tidak ingin berbenturan dengan hukum.
“ Namun kita bisa beri masukan positif ke pemerintah soal Pokmas ini, jangan sampai mengatasi masalah lalu menimbulkan masalah,” kata AH. Thony.
Maksudnya, jelas AH. Thony, pemerintah bermaksud beri BLT tanpa melalui Pokmas, tapi dampaknya adalah ada sekitar 1.580 orang menjadi tidak memiliki aktifitas.
Padahal, tambah AH. Thony, Pokmas ini sudah berjalan selama 12 tahun dan anggotanya yang sebelumnya tidak saling kenal maka sejak ada Pokmas saling kenal dan bisa bekerja secara team work.
” Nah jika Pokmas tidak lagi difungsikan sebagai penyedia jasa bantuan sosial permakanan, maka potensi anggota masyarakat dengan bidangnya masing-masing sayang untuk diabaikan,” tegas politisi Partai Gerindra Surabaya ini.
Caranya, kembali kata AH. Thony, agar fungsi Pokmas tidak diabaikan dan Pemkot Surabaya tetap mengimplementasikan bantuan permakanan menjadi BLT, serta masyarakat penerima bantuan sosial permakanan tetap menerima manfaatnya, maka perlu pendekatannya secara budaya ini solutif.
Karena jika BLT pengganti permakanan langsung diberikan ke si penerima manfaat sehingga penerima masak sendiri, maka akan banyak masyarakat yang kecewa.
Agar masyarakat tidak kecewa, jelas AH. Thony, caranya adalah bisa saja dana diberikan dengan sistem BLT yang sebesar Rp200 ribu per bulan itu, tapi harapan kami si penerima bantuan juga memiliki rasa ‘tepo sliro’ atau tenggang rasa.
Artinya, tegas AH. Thony, saat mendapatkan BLT si penerima manfaat disarankan untuk kembali belanja makanan ke Pokmas, tidak dibelanjakan atau digunakan untuk belanja sendiri dulu.
Dirinya kembali menjelaskan, pola ini sekali lagi perlu didasari pada rasa tepo sliro dan rasa saling mengerti tingkat tinggi, dalam rangka memberlanjuti hubungan kemitraan yang selama ini terjadi, termasuk melestarikan hubungan yang sudah terbangun dengan spirit saling membantu.
Termasuk, jelas AH. Thony, dengan penuh roso welas asih yg terbangun selama belasan tahun melalui program bantuan sosial permakanan.
” Masak karena hanya BLT lantas apa yang sudah dilakukan Pokmas selama 12 tahun sirna begitu saja,” ungkap AH. Thony.
Sementara itu perwakilan Pokmas Surabaya Selatan, Sugeng Purwanto menambahkan, karena aspirasi kita belum direspon Pemkot Surabaya maka kita mengadu ke pimpinan dewan.
“ Kita gelisah tiba-tiba mulai tahun depan Pokmas akan dihilangkan, hanya karena perubahan bantuan dari permakanan menjadi BLT.” pungkas Sugeng. (trs)