Surabaya, newrespublika – Sygma Research and Consulting (SRC) menggelar Focus Group Discussion di Surabaya untuk membahas kajian historis terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Raden Mas (R.M.) Margono Djojohadikoesoema.
Acara ini menghadirkan berbagai pakar dan tokoh, termasuk Prof. Drs. Ec. Abdul Mongid M.A., Ph.D, serta sejarawan Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum, untuk menelaah kontribusi historis Margono dalam sejarah perbankan nasional serta perannya dalam berbagai posisi strategis negara.
Seperti diketahui, RM Margono Djojohadikoesoema dikenal sebagai sosok yang berjasa menginisiasi pendirian Bank Negara Indonesia (BNI), di mana ia menjabat sebagai Direktur Utama pertama pada tahun 1946.
BNI menjadi satu-satunya “Bank Perjuangan” yang berperan penting dalam mendukung ekonomi pada masa revolusi kemerdekaan. Selain itu, Margono juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), serta memiliki pengalaman penting lainnya sebelum kemerdekaan, termasuk penugasannya ke Belanda pada tahun 1937–1938.
Kajian ini tidak hanya fokus pada pencapaian Margono dalam dunia perbankan, tetapi juga menggali lebih dalam mengenai latar belakangnya. Menurut Prof. Purnawan Basundoro, berdasarkan sumber-sumber online dan penelitian, Margono lahir di Desa Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, dan merupakan keturunan prajurit Pangeran Diponegoro. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa nasionalisme dan kepahlawanannya sudah tertanam sejak dari leluhurnya.
“Namun, tantangan yang dihadapi dalam pengusulan gelar ini adalah validitas data yang harus benar-benar menguatkan tindakan dan kontribusinya untuk memenuhi kategori kepahlawanan,” ujar Prof.Dr. Purnawan Basundoro di acara FGD SRC di Aula PWI Jatim Surabaya, Jumat (25/10/24).
Dalam diskusi tersebut, Lutfil Hakim, Ketua PWI Jawa Timur, menekankan pentingnya data valid sebagai dasar pengajuan gelar Pahlawan Nasional. Sygma Research and Consulting sendiri sedang menggali tokoh-tokoh yang dianggap layak, namun seringkali masih ada tokoh yang berprestasi, tetapi belum tentu memenuhi kriteria kepahlawanan. Maka, diperlukan telaah mendalam untuk memastikan Margono layak menerima gelar tersebut.
“Pengajuan gelar Pahlawan Nasional memang memerlukan lebih dari sekadar kontribusi dan prestasi; aspek keberanian, pengorbanan, dan dampak jangka panjang dari tindakan tokoh tersebut terhadap bangsa menjadi faktor penting yang dinilai. Sehingga, dalam kasus Margono Djojohadikoesoema, setiap data dan bukti sejarah harus benar-benar mendukung usulannya sebagai pahlawan,”tegas Lutfil Hakim.
Sementara Prof. Drs. Ec. Abdul Mongid, MA, Ph,D Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unesa menekankan pada legasi RM Margono Djojohadikoesoemo. Pada tahun 1937 menjadi expatriat di Belanda pada Ministerie Van Koloniale Zaken.
“Satu prestasi yang tidak main-main. Pernah juga bekerja di Departemen Urusan Ekonomi Hindia Belanda dan beberapa tugas makin banyak dan luas,” jelas Mongid.
Mongid menambahkan sebelum kemerdekaan Indonesia, Margono bekerja di berbagai instansi pemerintahan Kolonial Belanda. Pengalaman ini membuatnya memahami system keuangan dan administrasi pemerintahan serta membentuk pandangan ekonominya yang kuat.
“Margono kemudian terlibat dalam berbagai aktivitass nasional meskipun possinya di Pemerintahan colonial. JUga aktif di dunia politik, anggota BPUPKI, aktif dalam merumuskan dasar-dasar Negara Indonesia dan anggota komite ekonomi BPUPKI. Margono mendirikan Bank Negeri Indonesia (BNI) dengan modal hanya Rp 350 ribu, juga mendirikan Bank Sentral Indonesia yang masih bernama BNI,” tutup Mongid. (trs)